Senin, 20 September 2010

SUARA MAHASISWA

Mengubah Citra Negatif Angkutan Umum 

ANGKUTAN umum sekarang tidak lagi dipandang oleh publik sebagai sarana transportasi yang nyaman.

Sebagai bukti, pada mudik 2010 ini, masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan umum. Hal ini tentu bukan tanpa sebab. Pelayanan yang buruk seperti maraknya calo, jadwal keberangkatan yang tidak menentu, biaya tiket yang semakin naik, dan keamanan yang tidak terjamin membuat sebagian besar masyarakat beralih memanfaatkan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor sebagai sarana transportasi mudik. Keadaan ini tentu saja lumrah. Sebab, pelayanan yang buruk terhadap konsumen akan berbanding lurus dengan minimnya pemanfaatan konsumen terhadap jasa angkutan umum tersebut.

Meminjam ungkapan Sam Walton, bos yang sebenarnya atau satu-satunya bos adalah konsumen—dia bisa memecat siapa pun mulai dari direktur hingga pegawai rendahan dengan membelanjakan uangnya ke tempat lain. “Tempat lain” dalam konteks ini adalah kendaraan pribadi. Oleh karena itu, mutlak dilakukannya reformasi pelayanan oleh perusahaan angkutan umum terhadap konsumen demi merubah citra negatif yang telanjur melekat di benak konsumen pada umumnya. Ini sesuatu yang wajib dilakukan. Sebab cara paling jitu dalam meraih perhatian konsumen dan membuat konsumen mau memakai suatu jasa adalah dengan membuat konsumen merasa puas. Dalam kalimat Michael LeBouf, “Pelanggan yang puas adalah strategi bisnis terbaik dari semua strategi yang pernah ada.”

Jika ini berhasil diwujudkan secepatnya, maka secepatnya pula akan kita saksikan para pemudik berbondong-bondong memilih jasa angkutan umum untuk mengantarkan mereka ke kampung halaman masing-masing. Sebab bila melihat lihat statistik angka kecelakaan yang terjadi sepanjang masa mudik, akan kita dapatkan jumlah mayoritas korban kecelakaan adalah para pemudik yang menggunakan sepeda motor. Itu berarti sebagian besar korban kecelakaan adalah pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi.

Namun, mengapa mereka masih tetap ngotot memaksakan diri menggunakan sepeda motor, padahal mereka tahu keselamatan mereka menjadi taruhannya?

Jawabannya tentu saja karena setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, kesimpulan yang didapat adalah masih lebih baik menggunakan sepeda motor dibandingkan angkutan umum. Dengan demikian, mengubah citra negatif angkutan umum mutlak dilakukan secepatnya. Sebab, kalau tidak, yang rugi adalah perusahaan-perusahaan angkutan umum itu sendiri yang akan gulung tikar lantaran tidak ada konsumen yang mau memanfaatkan jasa mereka.

Sekadar catatan, Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas telah memprediksi bahwa dalam tiga tahun angkutan bus akan benar-benar bangkrut kalau tidak segera dilakukan pembenahan. Ini baru bus, belum moda transportasi lain yang mungkin saja lebih minus dalam pandangan kacamata publik.

Terakhir, saya ingin mengutip ucapan Stuart Wilde, “Di saat krisis, kita semua memiliki potensi untuk berubah dan melakukan hal-hal yang sebelumnya tak terpikir bisa kita lakukan.” Karena data statistik kecelakaan pemudik yang menggunakan kendaraan sepeda motor masih tinggi dan telah munculnya sinyal kebangkrutan sebagian perusahaan angkutan umum, bagi saya itu adalah suatu krisis. Maka —saya yakin— para pemegang kebijakan dan semua pihak yang terlibat pasti akan dapat berbuat sesuatu yang bisa mengubah keadaan ini.(*)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut