Kamis, 23 September 2010

Tembak Aku, Kususul Kau Sayang…

Ratapan Para Isteri Polisi yang Tewas

Tiga isteri dari tiga polisi korban penembakan teroris di Mapolsekta Hamparan Perak terlihat histeris. Demikian juga anak-anaknya, serta keluarganya yang lain. Seakan tak terpercaya mereka harus kehilangan suami dan ayah tercinta. Keharuan pun menyelimuti suasana di rumah duka.

Adlansyah, Nopan, Jonson-Medan
Sekitar pukul 01.00 WIB, Tabitha Beru Ginting, isteri Aipda Baek Sinulingga, terbangun dari tidurnya. Saat itu handphone miliknya berdering, dengan nada rendah. Tabitha menjawab telepon tersebut.
Tak lama kemudian dia menjerit histeris dan menangis sejadinya begitu mendengar kabar dari telepon bahwa suaminya tewas di Mapolsekta Hamparan Perak saat sedang bertugas.  Tabhita yang histeris dan menjerit memanggil anak tunggalnya, Ardiles (17) yang masih duduk di kelas III SMA di Medan Marelan.
Ardiles yang mendengar jeritan ibunya, tersentak terbangun dari tidurnya. Sebelumnya, sekitar pukul 00.00 WIB, Ardiles juga tersentak dari tidurnya. Saat itu dia terbangun karena bermimpi buruk tentang ayahnya.
“Sebelum mendengar peristiwa penembakan, aku mendapat firasat melalui mimpi, kalau kantor ayah didatangi orang banyak yang membawa senjata dan menembaki bapak yang sedang berada di kantor,” ujarnya sambil menemani ibunya yang menjalani perawatan diruangan RS Bhayangkara akibat syok berat.
Dengan langkah tergesa-gesa, Ardiles mendengar cerita dari ibunya kalau  firasat melalui mimpi yang dialaminya  adalah benar. “Ayah pergi keluar rumah menuju kantor sekitar pukul 20.OO WIB, Ayah yang sosoknya penyayang kepada keluarga sempat menitip pesan kepada saya. Kalaulah harus berhati-hati di rumah dan jaga-jaga rumah. Sebelumnya dia tidak pernah berpesan begitu sama aku. Hanya itulah kata-kata terakhir ayah,” tambahnya berusaha tegar.
Dari rumahnya di Jalan Lembaga Pemasyarakatan, Desa Tanjung Gusta, Kabupaten Deli Serdang, Tabitha dan Ardiles yang mengetahui kalau jenazah Aiptu Baek Sinulingga dibawa ke RS Bhayangkara, langsung menghubungi pihak keluarga yang lain atas peristiwa yang menimpa keluarganya. Sekitar pukul 04.00 WIB, Tabitha dan Ardiles beserta keluarga lainnya tiba di RS Bhayangkara.
Saat itu dini hari itu, terlihat Tabitha, Ardiles bersama keluarganya duduk di atas kursi kayu berwarna putih. Tabitha terus menjerit histeris menangis yang tidak dapat ditahannya. “Kau tembak suamiku teroris, apa salahnya…,” sebut Tabitha secara berulang-ulang.
Ketika Tabitha melihat seorang personel polisi berbadan tegap meneneteng senjata api laras panjang berjaga di depan kamar jenazah, ia refleks menggapai senjata tersebut dan meminta agar polisi itu menembak kepalanya. “Tembak aku, tembak aku… aku mau mati sama dia (suaminya). Kususul kau… sayangku…sayangku, nggak mau aku lagi hidup,” jeritnya sambil berusaha kembali merampas senjata laras panjang milik polisi tersebut.
Ardiles yang melihat orang tuanya menjerit histeris, tidak dapat berbuat banyak. Dia hanya memeluk ibunya dari belakang dan memintanya agar ingat nama Tuhan. “Ingat Tuhan Mak… sabarlah mak… ingat Tuhan Mak,” ujar Ardiles sambil memeluk ibunya.
Seorang perwira polisi yang berada di depan ruang jenazah langsung mengambil inisiatif. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, perwira tersebut meminta personel yang menenteng senjata laras panjang itu untuk pergi dari depan ruangan jenazah, dan berjaga di luar pagar. Meski demikian, suasana di depan ruang jenazah rumah sakit tersebut tetap penuh kesedihan. Para istri, anak dan keluarganya terus saja menangis, sesekali terdengar meraung.
Sekitar pukul 06.30 WIB, Kapolda Sumut Irjen Pol Oegreseno yang tiba di RS Bhayangkara bersama seluruh ajudannya langsung berjalan menuju ruang jenazah. Sebelum masuk ke ruang jenazah untuk melihat anggotanya yang menjadi korban penembakan. Oegroseno juga menyempatkan diri  menjenguk para istri korban yang ditinggal pergi untuk selamanya. Oegroseno tampak iba. Oegroseno yang biasanya terkenal murah senyum, saat itu tampak haru. Tak ada senyum yang keluar dari bibirnya. Dia menyampai beberapa kata, memberi semangat kepada para isteri dan anak korban.
Tabitha yang masih syok, kembali menjerit saat melihat pistol terselip di pinggang Oegroseno. Dia meminta Oegroseno menembaknya hingga mati, agar bisa menyusul suaminya. Oegroseno pun semakin terharu. Tiba-tiba saja Tabitha berusaha menggapai senjata yang berada di pinggang Oegreseno. “Tembak aku…. Aku mau menyusulnya,” ucapnya. Namun niatnya tak kesampaian, karena keburu pingsan setelah memegang tangan Kapoldasu itu. Pihak keluarga yang melihat Tabitha pingsan langsung membawanya ke ruangan IGD untuk menjalani perawatan.
Di tempat yang sama, Hj Rosmawati, isteri Aipda Haji Deto Sutejo, warga Komplek Pemda, Kelurahan Kuala Tejo, Stabat, Kabupaten Langkat, juga terus menangis hingga wajahnya yang memakai jilbab tampak sayu dengan mata bengkak.
Ia tampak lebih tabah dibanding Tabhita.  Oegreseno sempat menyalaminya sebelum orang nomor satu itu meninggalkan RS Bhayangkara.
Sambil menangis Rosma mau diajak bicara wartawan koran ini. Dia bilang, suaminya merupakan orang yang bersosial tinggi. Dia menga sedangkan sebelum mendengar peristiwa pembakan terhadap suaminya, Rosma tidak mempunyai firasat. “Saya hanya kembali teringat untuk melihat kembali foto-foto pernikahan kami,” ujarnya dengan suara rendah sambil menunggu hasil otopsi pihak RS.
Tampak, disamping Rosma duduk ketiga anaknya, Bima Pratama Sutejo yang masih duduk dikelas II SMP, Gusti Sutejo yang duduk dikelas VI SD dan Namirah yang masih TK.Dari wajah mereka terlihat terus mengeluarkan air mata tanpa henti.
Namun Wartawan koran ini tidak melihat Tati, istri dari Bripka Riswandi di RS Bhayangkara. Dari informasi yang didapat, Tati yang sedang syok hanya menunggu kehaadiran jenazah di rumahnya Jalan Kelumpang Gang Almanar, Hamparan Perak bersama ke 3 anaknya yang masih duduk di kelas VI SD, balita dan baru lahir.
Setelah ketiga jenazah diotopsi dan dibersihkan oleh tim Labfor Polda Sumut, pukul 12.30 WIB, pihak RS langsung memberangkatkan jenazah ke alamatnya masing-masing dengan pengawalan Lantas Polresta Medan.
Jenazah Baek Sinulingga tiba di rumah duka disambut angis histeris. Begitu peti jenazah dibuka, para keluarga langsung memeluk dan menciumin jenazah. Tabitha Ginting, sejenak terlihat tidak bisa berkata-kata begitu melihat jenazah suaminya terbujur kaku di peti jenazah.
“Kenapa kau pergi Pak… Lihat anakmu ini Pak, siapa lagi kawan aku cerita-cerita Bapak sayang… Kenapa kau tinggalkan kami Pak…,” kata Tabitha Ginting menangis keras dan memeluk jenazah suaminya.
Sementara, Ardiles yang sempat jatuh pingsan, dirawat oleh kerabatnya. Setelah bajunya dibuka, ia kembali tersadar tak lama kemudian. “Pak jangan kau tinggalkan aku… Tidak ada lagi yang memarahi aku Pak… Pak, sama siapa lagi aku tertawa dan cerita…,” kata Ardiles.
Pihak keluarga juga memeluk tubuh Alm Aiptu Baik Sinulingga yang terbujur kaku di peti jenazah. Saeorang sanak keluarga yang enggan namanya disebutkan meminta polisi segera menangkap pelaku. “Tangkap saja dan tembak mati saja pembunuh abang sepupu saya ini,” kata wanita separuh baya yang mengenakan baju hitam itu sambil menangis.
Di rumah duka di Jalan Kelumpang Gang Almanar, Suryanawati menggendong Adel yang masih balita dan memeluk Ica, anak pertamanya yang duduk di SD kelas V. Suryanawati memakai kerudung berwarna ungu dibalut baju hitam ditambah dengan celana jeans. Dia terlihat terus menangis.
Para kerabat meminta wartawan koran ini untuk tidak mendekati atau mewawancarainya.
Jenazah Riswandi yang berada dalam peti warnah cokelat tiba di rumah duka sekira pukul 13.00 WIB. Tangisan histeris massal pun terjadi. Suryanawati terlihat meraung-raung sambil menyebut nama suaminya. “Aku tak sanggup melihatmu meninggal dengan begitu,” ujarnya di tengah raungannya. Sebelum terkulai ke tanah, tubuh Suryanawati langsung dipeluk keluarganya. “Sabar, sabar, sabar,” ujar keluarganya yang lain.
(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut