Sabtu, 18 September 2010

Dilema Pembantu Usai Lebaran Pembantu Baru Rawan Trafficking & Eksploitasi

Usai Lebaran, sejumlah perempuan datang ke kota besar untuk mengadu nasib sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Gelombang calon pembantu baru yang datang ke kota besar, ternyata tidak luput dari masalah perdagangan manusia dan eksploitasi.

Permintaan pembantu baru termasuk juga baby sitter, memang tinggi setelah Lebaran. Maklum saja, tidak semua pembantu lama mau kembali pada majikannya. Namun sayangnya, kondisi ini menjadi banyak incaran para calo. Bahkan yang lebih buruk, para calon PRT banyak yang terjebak dan menjadi korban perdagangan manusia atau human trafficking. Mereka dijual dan dipekerjakan dalam pelacuran dan lain sebagainya.

"Ini sudah biasa di terminal-terminal. Coba lihat seperti saat-saat arus balik mudik di Pelabuhan Merak dan Bakauheuni, misalnya. Di situ sudah banyak calo-calo yang beroperasi mencari para calon pembantu itu. PRT banyak yang menjadi korban trafficking. Ini terjadi akibat pemerintah tidak memperdulikan keberadaan mereka," kata Koordinator JALA PRT, Lita Anggraeni, kepada detikcom di Jakarta, Kamis (16/9/2010).

Lita menerangkan, data JALA PRT pada 2009 mencatat ada 4 juta orang yang berprofesi sebagai PRT. Mereka berasal misalnya dari Cianjur, Sukabumi, Ciawi, Serang, Pandeglang, Jember, Trenggalek, Wonosobo, Boyolali, Kendal, Purwodadi, Bojonegoro dan Lamongan. "Sekarang ini dari Lampung dan Palembang juga sudah ada. Misalnya di Bali, kebanyakan PRT itu berasal dari Lampung dan Palembang," jelasnya.

Kebanyakan para calon PRT itu berusia antara 15-16 tahun, sehingga banyak menjadi incaran para calo atau mafia trafficking dan eksploitasi. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan atau Dinas Tenaga Kerja Daerah seharusnya melakukan pemantauan terhadap mereka, karena memang rentan eksploitasi dan trafficking.

"Tapi sayangnya, Dinas Tenaga Kerja daerah masih menganggap ini bukan sebagai pekerjaan resmi dan sering diabaikan, sehingga banyak dari mereka yang menjadi korban," ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjut Lita, JALA PRT sangat mendorong agar pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera menggolkan serta mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan Pembantu Rumah Tangga ini menjadi UU. UU itu akan mengatur tentang rekruitmen, perlindungan PRT, serta pengurangan peran penyalur dan pembentukan Balai Latihan Kerja (BLK) di setiap daerah yang akan melatih para calon PRT ini.

"Ini yang masih dibahas di Komisi IX DPR. Tapi terlihat, justru banyak fraksi di DPR yang menentang itu untuk segera disahkan, padahal UU itu untuk meminimalisir tindakan eksploitasi dan trafficking," tegasnya.

Lita menilai, pemerintah sendiri selama ini bersikap ambivalen terhadap persoalan PRT ini. "Pemerintah bersikap ambigu atas persoalan ini. Pemerintah menyatakan selalu melarang orang untuk tidak bekerja sebagai PRT, tapi di sisi lain banyak pejabat pemerintah yang sangat membutuhkan peran PRT itu sendiri. Ini kan aneh jadinya," tandasnya lagi.

Desakan agar Dinas Tenaga Kerja daerah untuk memantau proses rekruitmen ini menjadi sangat penting, termasuk mendata jumlah PRT yang ada saat ini. Pihak majikan pun wajib melaporkan PRT baru kepada RT di lingkungannya.

"Nah, Dinas Tenaga Kerja juga harus memonitor proses rekruitmen itu dan juga harus menyiapkan pendidikan dan latihan, daripada melalui jalur Yayasan Penyalur PRT yang biayanya mahal, tapi juga tidak menjamin mutu keterampilan si calon PRT itu sendiri," tuturnya.

Sebenarnya, Dinas Tenaga Kerja di daerah sudah membentuk Balai Latihan Kerja (BLK). Sayangnya, itu masih soal perbengkelan dan pekerjaan resmi lainnya. Padahal, para calon pembantu harus mendapatkan keterampilan memasak, menjahit dan sebagainya sebelum dikirim ke kota besar, yang memang beda kultur dan teknologi alat memasaknya.

"Mereka perlu dilatih juga. Kalau ini sudah dilatih, para pemberi kerja atau majikan kan bisa langsung mencari ke BLK-BLK itu sendiri, dan tidak perlu ke penyalur dengan membayar biaya yang mahal dan besar, cukup bayar administrasi ke pemerintah," pungkas Lita mengakhiri perbincangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut